Kamis, 13 Agustus 2015

Tipe Pembaca Berita Online di Indonesia



 
Akhir-akhir ini para pengamat media mulai bertebaran. Semuanya mengeluhkan dengan pemberitaan yang ndak pernah kredibel. Mengejar banyaknya klik dari netizen. Twitter dan Facebook jadi ladang yang “Pasti Pas” untuk para pengusaha berita online. Rata-rata dari mereka mengeluarkan headline dengan bahasa yang cukup dramatis. Penuh muslihat. Tapi tak menipu. Mengaburkan pandangan jika hanya dibaca judulnya saja. Tapi, isinya sih ndak dekat dengan kesempurnaan juga. Mungkin para pengusaha berita online ini adalah tipe pacar yang baik. Karena prinsip mereka ialah “yowes tho, seng penting ngabarin”. Terserah mau beritanya akurat apa tidak, yang penting tulis kabar, dari narasumber antah berantah, ndak ada kejelasan, penuh dengan prinsip ndlahom-nya, lalu sajikan dengan headline yang mengundang fitnah atau headline yang dramatis. Maka disajikan asupan berita ini ke ratusan juta rakyat Indonesia yang udah move on dari “Dunia Dalam Berita” ke berita online di ponsel pintar mereka. Ponselnya saja yang pintar.
Maka dengan ini, mari kita kaji tipe-tipe pembaca berita online yang tersebar di seluruh jagad raya Indonesia tertjinta ini.
1. Tipe pembaca gemes
Ini adalah tipe rakyat Indonesia yang suka gemes, geram, dan chibi-chibi, kalau melihat berita yang merugikan hal yang dibelanya. Konon setelah membaca berita online itu, mereka akan langsung percaya, tanpa mau memastikan kebenarannya. Lalu mereka akan mengucapkan “iiih sebel deh, ini pasti konstipasi. Eh konspirasi”. Mereka akan geram sambil mengucek-ngucek bagian bawah baju mereka. Lalu dengan sigap, mereka akan share berita ini di media social mereka (yang padahal ndak banyak juga followersnya, dan rata-rata followers mereka ialah satu tim yang sama). Lalu mereka pun ndak kalah dramatis dari si berita online dalam menebarkan ke-gemes-an mereka lewat caption-sharingnya. Makin sempurnalah “keabsahan” berita online ini.
Tipe pembaca seperti ini susah dihentikan, karena biasanya mereka akan terus mencari dan hanya percaya pada berita yang mbikin dia gemes, walaupun berita peristiwa yang sebenarnya sudah terbit. Saking gemesnya, membaca headlinenya saja mereka sudah berani share dengan caption gemesnya, padahal isinya saja belum dibaca.
2. Tipe pembaca anti gemes
Gampangnya, ini adalah musuhnya para pembaca gemes. Mereka juga biasanya gemes sih. Gemes kalau ngeliat sharing-sharing gemes oleh pembaca gemes. Lalu tipe ini biasanya akan membaca berita online tersebut, dan mulai menggeleng-gelengkan kepala mereka. Lalu dengan sabar mencari berita kontra yang lebih adem dan yang lebih mendekati fakta, menurut mereka. Dan sebagian dari mereka akan mencoba meluruskan dengan share tandingan, tanpa caption gemes, dan berkicau pada twitter mereka.
Tipe pembaca seperti ini memiliki kadar suudzhan yang tinggi, sampai mereka mencari ratusan berita online terkait, demi sebuah kebenaran yang fakta. Konon penyaringan berita oleh tipe ini melebihi penyaringan minyak goreng SunCo yang bisa diminum. Padahal lebih enak minum air putih daripada minum minyak goreng.
3. Tipe Pembaca Budiman
Ini adalah tipe pembaca yang paling kalem. Tapi tidak kelam. Mereka biasanya membaca seluruh berita online yang ada. Baik yang gemes maupun anti gemes. Bagi tipe ini ndak perlu share sana-sini. Mereka ndak pernah absolut percaya pada berita online yang dibacanya. Baik yang gemes maupun anti gemes. Tipe ini beranggapan bahwa, pada dasarnya manusia hanya mau membaca berita yang memang dia inginkan dan harapkan. Manusia akan mencari berita yang sesuai dengan default kesukaannya. Fanatisme dan gengsi manusia terkadang membutakan suatu kebenaran peristiwa yang memang benar terjadi. Sini saya beri contoh, perokok taat HANYA akan terus mencari artikel tentang rokok yang ndak akan pernah membunuhmu, sedangkan para anti rokok HANYA akan terus berkampanye dengan artikel-artikel mereka bahwa rokok lebih berbahaya daripada nuklir.
Maka ndak ada yang perlu disalahkan, baik pembaca gemes maupun pembaca anti gemes. Dua-duanya benar, menurut masing-masing tipe tersebut. Kesalahan terjadi ketika dua tipe ini saling menyerang, memaki, dan menyakiti hati manusia lainnya. Maka tipe pembaca budiman memilih untuk cerdas. Membaca berita dengan cerdas dan kalem. Sesekali ngudud. Hehehe. Dan bagi tipe ini, kebenaran absolut bukan milik berita online, tapi hanya milik Tuhan. Tuhan yang mana? Terserah pembaca budiman mau percaya Tuhan yang mana.

Salam gemes.

Rabu, 12 Agustus 2015

Semua Bisa Jadi Bung Towel



 



Sewaktu pertama kali menikmati acara The Comment di Net TV, saya menyadari sebenarnya acara ini secara tidak langsung menggambarkan sebagian manusia Indonesia yang punya profesi tetap-sampingan. Komentator. Makanya Bung Towel ndak pernah sombong dengan profesinya sebagai komentator bola, wongpada kenyataannya seluruh rakyat Indonesia bisa jadi komentator. Bahkan lebih ‘cerdas’ dari Bung Towel. Bagaimana tidak, wong penonton bola layar kaca di Indonesia, selain berkomentar yang wajib pesimis sama kualitas timnas, mereka ndak lupa juga mengkomentari Bung Towelnya sendiri. Mungkin selain ada sertifikasi guru, Pak Jokowi harus mulai memikirkan program sertifikasi komentator bagi seluruh rakyat Indonesia, mulai dari kawula muda sampai ke para veteran.

Saya pun ndak meragukan kualitas dari sebuah satuan kuantitas komentar yang dilontarkan oleh sebagian manusia Indonesia. Banyak dan beragam. Ndak pernah habis. Apa yang bisa dikomentari, komentar saja. Mulai dari pentil ban sampai kuku jari kelingking kaki. Dan jelas, ndak lupa komentarnya itu dibumbui dengan pengamalan ilmu pernyinyiran Indonesia. Ndak ada solusi. Komentar tanpa mau tau permasalahan yang sebenarnya terjadi pada si ‘korban’. Kritik tanpa memberi saran. Bertanya hanya sekedar biar terlihat lebih tinggi derajatnya. Warbiyasak. Ini tipe komentator “Askhole”

Namun sebagian manusia Indonesia lainnya ialah komentator yang baik. Komentator penyayang. Mengkritik untuk memberi saran. Bertanya karena khawatir. Berbicara yang diikuti dengan tindakan yang mendukung. Berkomentar untuk menciptakan sebuah diskusi positif. Memberi saran dalam batas intervensi. Mendoakan yang benar mendoakan. Ndak sekedar “iya nanti aku doain” saja.  Ini ialah bentuk cinta. Ini komentator dengan rasa cinta yang dalam kepada komentee-nya. Inilah Bung Towel. Yang ndak pernah menyerah mengomentari sepakbola Indonesia yang selalu menyelipkan doa dan harapan untuk persepakbolaan Indonesia. Ini tipe komentator “Bung Towel”


Ayolah, semua bisa jadi Bung Towel.